Pamor Si Hitam dari Majalengka: Kecap Legendaris yang Tak Lekang Oleh Waktu
Majalengka – Kabupaten yang terletak di bagian timur Jawa Barat ini, mungkin kalah luas dibandingkan wilayah tetangga seperti Sukabumi atau Cianjur. Namun, jangan pernah remehkan pamor Majalengka! Meski "hanya" memiliki luas 1.330,17 kilometer persegi, ada satu hal yang membuat nama Majalengka harum di pentas kuliner nasional: kecap legendaris.
Majalengka kini makin dikenal dengan hadirnya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, tapi jauh sebelum itu, daerah ini sudah lebih dulu menjadi pusat perhatian karena produksi kecapnya. Ya, Majalengka adalah sentra kecap terbesar di tanah air, dan si hitam pekat ini bukan kecap sembarangan—ini adalah kecap yang mengalir dari tradisi dan resep turun-temurun.
Kisah Si Hitam yang Melegenda
Produksi kedelai di Majalengka adalah yang tertinggi di Jawa Barat, mencapai 12.518 ton per tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 menunjukkan Kecamatan Kasokandel sebagai penghasil kedelai terbesar, dengan 17,16 ton per hektar. Sementara Kecamatan Palasah memimpin dengan lahan panen kedelai terluas sebesar 210 hektar. Dari bahan dasar inilah, si hitam pekat—kecap Majalengka—lahir dan bertransformasi menjadi ikon.
Dua merek yang melegenda dari Majalengka adalah kecap cap Maja Menjangan (MM) dan kecap cap Segi Tiga. Kecap MM, yang telah eksis sejak tahun 1940, merupakan kecap tertua di daerah ini, didirikan oleh H. Saad Wangsadidjaja dan kini dikelola oleh generasi keduanya. Sementara, kecap cap Segi Tiga mulai diproduksi pada 1958 oleh H. Lukman, Endek, dan Aman, dan hingga kini tetap mempertahankan resep aslinya.
Cita Rasa Autentik dari Majalengka
Apa yang membuat kecap Majalengka begitu istimewa? Jawabannya ada pada keasliannya. Proses produksi kecap ini masih sangat tradisional, menggunakan bahan baku pilihan tanpa tambahan pengawet. Selain itu, rasa kedelai hitamnya sangat kuat dan khas. Tidak heran jika si hitam dari Majalengka begitu dicari oleh pecinta kuliner.
Ada tiga jenis kecap yang dihasilkan dari kedua merek legendaris ini: kecap asin, kecap manis sedang, dan kecap manis. Tiap jenis punya karakteristik rasa yang berbeda, namun satu kesamaan yang membuatnya dicintai: warna hitamnya yang pekat dan teksturnya yang kental. Bukan hanya sekadar kecap, si hitam ini seolah memiliki “jiwa” tersendiri yang mampu membuat siapa pun yang mencicipinya teringat pada cita rasa yang autentik.
Proses yang Tak Sederhana
Meski kecap Majalengka masih diproduksi dengan cara tradisional, proses pembuatannya ternyata tidak sesederhana kelihatannya. Proses ini melibatkan beberapa tahapan yang sangat hati-hati, mulai dari perebusan kacang kedelai hitam, proses fermentasi, hingga penjemuran di bawah sinar matahari.
Setelah kedelai melalui proses fermentasi yang telaten, barulah si hitam mulai terbentuk, menjadi kecap dengan cita rasa kaya yang siap memperkaya hidangan di meja makan. Tidak heran jika kecap Majalengka tak hanya sekadar bumbu, tetapi bagian dari warisan kuliner yang berharga.
Si Hitam Mengharumkan Nama Majalengka
Kecap hitam dari Majalengka tak sekadar menjadi bumbu pelengkap makanan. Ia adalah simbol dari identitas lokal yang menembus batas waktu. Hingga hari ini, kecap Majalengka masih dibuat dengan cara tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Si hitam ini tak hanya bertahan di pasar lokal, tetapi juga melanglang buana, membuat nama Majalengka semakin dikenal di peta kuliner Indonesia.
Jadi, saat kamu menikmati sepiring nasi goreng dengan kecap manis yang lezat, ingatlah bahwa mungkin, kecap itu berasal dari Majalengka—si hitam yang telah mengharumkan nama daerah ini selama puluhan tahun. Pamor kecap Majalengka tak lekang oleh waktu, dan terus menjadi kebanggaan yang diwariskan.
sumber : detiknesw